Skip to main content

Konsep Kecerdasan Majemuk

Kecerdasan intelektual dikenal dengan kecerdasan majemuk yang diperkenalkan oleh Gardner (2003). Garner menyatakan bahwa kita cenderung hanya menghargai orang-orang yang memang ahli dalam kemampuan logika (matematika) dan bahasa, tetapi kurang memperhatikan orang-orang yang memiliki talenta di dalam kecerdasan yang lainnya seperti artistik, arsitek, musikus, ahli alam, penari, terapis, dan lain-lain. Sangat disayangkan bahwa saat ini banyak anak-anak yang memiliki talenta, tidak mendapatkan perhatian di sekolahnya. Banyak sekali anak yang dianggap sebagai learning disabled atau attention deficit disorder, pada saat pola pemikiran mereka yang unik tidak dapat di akomodasi oleh sekolah. Pihak sekolah hanya menekankan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa.

Dalam teori kecerdasan majemuk dinyatakan bahwa kecerdasan meliputi sembilan kemampuan intelektual. Teori tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa kemampuan intelektual yang diukur melelui test IQ sangatlah terbatas karena tes IQ hanya menekan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa (Gardner, 2003), padahal setiap orang mempunyai cara yang unik untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapinya. Kecerdasan bukan hanya dilihat dari hanya nilai yang diperoleh oleh seseorang. Senada dengan Gardner, Brown and Duguid (1989: 32) melalui penelitiannya menyimpulkan :
“the authors that knowledge is situated, being in part a product of the activity, context, and culture in which it is developed an used. They discuss how this view of knowledge affects our understanding of learning, and they mute that conventional schooling too often ignores the influence of school culture on what is learned in school. As an alternative to conventional practices, they propose cognitive apprenticeship, which honors the situated nature of knowledge.”
Pengetahuan yang terbentuk pada seseorang merupakan produk dari konteks, aktivitas, dan budaya yang dikembangkan dan digunakan. Kecerdasan merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk melihat suatu masalah, lalu menyelesaikan masalah tersebut atau membuat sesuatu yang dapat berguna bagi orang lain.

Lebih lanjut, dikemukan bahwa kemampuan tidak hanya berkorelasi, tetapi juga berhierarki atau berjenjang. Kemampuan manusia sangat dipengaruhi oleh penalaran induktif. Kemampuan untuk mempertahankan, mengubah, dan mengkoordinasikan informasi merupakan inti dari kemapuan penalaran seperti yang dikemukakan oleh (Lohman, 2001: 1) I argue that empirical investigation of human abilities show that abilities are not only correlated, but also organized hierarchically. Of particular import was Gustafsson’s (1988) demonstration that General ability (G) is largely synonymous with General Fluid ability (Gf) which in turn is a standing for Inductive Reasoning ability (IR).

Penekanan pembelajaran pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa memang sudah mengakar dengan kuat pada diri setiap pendidik di dalam menjalankan  proses belajar mengajar. Bahkan, pendidikan Taman Kanak-Kanak pada saat ini cenderung mengambil porsi sekolah dasar. Sekitar 99 persen, di TK mengajarkan membaca, menulis, dan berhitung. Artinya pendidikan di TK telah menekan kecerdasan akademis, tanpa mengimbanginya dengan kecerdasan lain. Hal ini berarti pula bahwa sistem pendidikan yang dilaksanakan oleh pendidik masih tetap mempertimbangkan kemampuan logika (matematika) dan bahasa.

Dalam pembelajaran, pendidik hendaknya mengembangkan berbagai jenis kecerdasan terutama pada anak usia dini. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik tidak gagal dalam mengembangkan tujuan pembelajaran. Anak-anak usia 0-8 tahun harus diperkenalkan dengan kecerdasan jamak. Pendidikan hendanya yang mencangkup sembilan kecerdasan itu pada dasarnya merupakan pengembangan dari kecerdasan otak (IQ), kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan spiritual (SQ). Semua kecerdasan perlu dirangsang pada diri anak sejak usia dini, mulai saat lahir hingga awal memasuki sekolah (7-8 tahun). Setiap insan yang berkecimpung dalam dunia pendidikan mencoba untuk mengubah pola pengajaran tradisional yang hanya menekankan kemampuan logika (matematika) dan bahasa. Tenaga kependidikan bekerja sama dengan orang tua bersinergi untuk mengembangkan berbagai jenis kecerdasan pada anak didik di dalam proses belajar yang dilaksanakan di lingkungan lembaga pendidikan.

Dalam studi kasus yang dilakukan oleh Ali (1998) berjudul “A Modified Except From: Multiple Intelligences and Writing Proses: Same Implication for Teaching” telah dimuat dalam jurnal ilmiah. Ali (1998) menyatakan adanya hubungan antara gaya penulisan dengan teori kecerdasan majemuk, sehingga menghasilkan strategi yang tepat dalam proses penulisan untuk peserta didik dari berbagai macam latar belakang dan dari berbagai macam kemampuan. Dinyatakan oleh Ali (1998) bahwa ada seseorang yang menulis dengan mudah, sementara yang lain mengalami kesulitan menulis dan menulis sebagai proses yang rumit dan sulit.

Multiple intelligence theory, as proposed by Gardner (1983), claim that are at least nine different human intelligences and each learner has one dominant personal MI Profile (Fahim dan Ansari, 2006: 51). Teori kecerdasan majemuk seperti yang diusulkan oleh Gardner (1983), mengklaim bahwa setidaknya ada sembilan jenis kecerdasan yang dominan. Kecerdasan tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Linguistik-Verbal
Kecerdasan linguistik-verbal berkaitan erat dengan kata-kata, baik lisan maupun tulisan berserta dengan aturan-aturannya.
2. Matematis-Logis
Kecerdasan matematis-logis adalah kecerdasan dalam penggunaan atau bilangan, hubungan sebab akibat, dan problem solving.
3. Visual-Spasial
Kecerdasan visual-spasial berkaitan dengan kemampuan menangkap warna, arah, dan ruang secara akurat serta mengubah penangkapannya tersebut ke dalam bentuk lain seperti dekorasi, arsitektur, lukisan, patung.
4. Kinestik
Kecerdasan kinestik berkaitan dengan kemampuan menggunakan gerak tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaan serta ketrampilan menggunakan tangan untuk mencipta dan mengubah sesuatu.
5. Irama-Musik
Kecerdasan irama-musik (musikal) berkaitan dengan kemampuan menangkap bunyi-bunyi, membedakan, mengubah, dan mengekspresikan diri melalui bunyi-bunyi atau suara yang bernada dan berirama.
6. Interpersonal
Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk memahami dan bekerjasama dengan orang lain (Amstrong, 2002: 4).
7. Intrapersonal
Menurut Lwin (2005) kecerdasan intrapersonal adalah kecerdasan yang berhubungan dengan kemampuan diri dan tanggung jawab pada kehidupan sendiri. Sementara itu, Suryadi (2006: 48) berpendapat bahwa kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan diri untuk berpikir kritis secara reflektif, yaitu mengacu pada kesadaran diri sendiri.
8. Naturalis
Kecerdasan naturalis yaitu kemampuan untuk mengenali, membedakan, menggolongkan, dan membuat kategori terhadap apa yang dijumpai di alam maupun di lingkungan.
9. Eksistensional
Kecerdasan eksistensional berkitan dengan kemampuan seseorang untuk menempatkan diri dalam lingkup kosmos yang terjauh, dengan makna hidup, makna kematian, nasib dunia jasmani maupun kejiwaan, dan dengan makna pengalaman mendalam seperti cinta atau kesenian (Amstrong, 2002). Kecerdasan eksistensional juga berkaitan dengan kemampuan merasakan, memimpikan, dan menjadi pemikir menyangkut hal-hal yang besar (menjadi pemimpin).

Oldest Post
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.